Tuesday, 29 September 2015

Deep Web Sisi Tergelap Dunia Internet


Seberapa sering kita menggunakan internet? Setiap hari?
Dengan menggunakan internet setiap hari, bukan berarti kita memang sudah mahir dan mengenal seluk beluk dunia internet dengan baik. Mungkin saja kita hanya mengenal bagian “permukaan” internet saja. Sebab dalamnya dunia internet siapa yang tahu?
Bagian dalam dari dunia internet biasa dikenal dengan istilah deep web. Kalau selama ini kita hanya mengenal dunia internet dari kegiatan browsing biasa, maka deep web tidak bisa diakses dengan cara browsing yang biasa kita lakukan. Karena sejatinya deep web menyimpan banyak misteri yang tidak bisa diakses oleh semua orang.

Tentang Deep Web

Istilah deep web pertama kali dipopulerkan oleh Mike Bergman, pendiri BrightPlanet. Sejak tahun 2001, deep web dikenal memiliki konten dan informasi yang jumlahnya jauh lebih banyak dari surface web. Istilah surface web dan deep web digunakan untuk menganalogikan dunia #internet secara keseluruhan.
Karena ternyata dunia internet yang setiap hari kita akses hanyalah bagian permukaannya saja. Ada banyak sekali konten yang mungkin tidak akan pernah kita ketahui saat berselancar di internet.

Mengapa Ada Deep Web?

Deep web memuat informasi yang tidak terindeks pada mesin pencarian standar di dunia internet seperti #Google, Yahoo atau Bing. Diperkirakan jumlah konten yang terdapat di deep web memiliki persentasi sebanyak 96% dari total keseluruhan konten internet. Jumlah ini tentu sangat besar jika dibandingkan dengan konten surface web yang biasanya kita akses.

Apa Saja yang Ada Di Deep Web?

Sebagian besar konten yang ada di deep web berupa database hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga peneliti, pemerintahan maupun penelitian yang bersifat pribadi. Sebagian konten lainnya terdiri dari konten porno, ilegal, konten yang dibuat oleh para hacker, dokumen rahasia pemerintahan serta aneka konten ekstrim lainnya yang tidak dapat dideteksi atau di sensor oleh mesin pencarian biasa.
Bahkan ada pula situs penjualan manusia dan situs penelitian yang melibatkan manusia sebagai obyek. Menemukan konten-konten ekstrim seperti eksploitasi anak sebagai obyek seks, jual beli obat-obatan terlarang, jasa pembunuh bayaran dan black market bukanlah hal yang sulit ditemukan di deep web. Intinya, dunia deep web memang sangat luas dan memuat banyak konten-konten berbahaya.

Benarkah Deep Web berbahaya?

Deep web memang sangat berbahaya bagi para pengguna di dunia internet biasa. Ada banyak hacker atau pihak-pihak yang bisa mendeteksi keberadaan kita dengan mudah ketika kita memasuki deep web. Kepentingan apa yang membuat kita mengakses deep web?
Kalau kita melakukan kecerobohan saat membuka deep web, bukan mustahil para hacker akan mengungkap identitas kita bahkan mencuri informasi yang kita miliki. Deep web memiliki informasi yang lebih besar 400 hingga 500 kali dari web biasa, dengan kapasitas informasi mencapai 7.500 TB. Hampir 95% konten di deep web bisa diakses tanpa registrasi. Melakukan registrasi atau login di deep web hanya akan mempermudah cyber crime yang sedang mengintai kita.

Yang Harus Dilakukan Ketika Membuka Deep Web?

Sebenarnya deep web bukanlah suatu wadah informasi yang patut diakses. Namun bila kita terlanjur mengakses deep web, yang perlu kita lakukan adalah berhati-hati dengan segala sesuatu yang ada di deep web.
Usahakan untuk tidak mengunduh apapun atau memasukkan informasi apapun pada deep web. Sekedar melihat konten-konten liar di deep web mungkin tidak terlalu masalah, tapi jangan sampai kita terlibat terlalu jauh dalam dunia deep web.
Jangan lupa untuk menghapus setiap history dan cache setelah mengakses deep web sehingga informasi pribadi kita tidak mudah ditelusuri oleh para hacker atau pelaku #cybercrime lainnya. Sebaiknya kita memang tidak mengakses deep web sebab “palung” ini memang terlalu berbahaya untuk diselami. Berselancar di “permukaan internet” sudah cukup memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi kehidupan kita.
Jadikan saja deep web sebagai pengetahuan dasar yang membuat kita mengenal dunia internet secara keseluruhan.

sumber : https://www.maxmanroe.com/deep-web-memasuki-sisi-tergelap-dunia-internet.html
Read More

Saturday, 26 September 2015

Selamat Jalan Istriku (Kisah Nyata menyentuh)

Selamat Jalan Istriku (Kisah Nyata menyentuh)

Tiba-tiba HP ku berdering, setelah menjawab salam suara diseberang telepon tampak panik “Ayah.. bunda mimisan nich.” Hmm.. kumaklumi kepanikan istriku saat itu karena belum pernah dia mengalami mimisan seperti ini.

Memang cuaca di bulan Agustus 2007 siang itu begitu teriknya. Aku pikir ini akibat cuaca yang terik itu. Kemudian aku sarankan dia untuk segera ke dokter.

Beberapa hari kemudian istriku sakit pilek. Seperti biasanya kalau sakit ia hanya minum obat warung dan jarang sekali mau periksa ke dokter. “ oalah bunda…. ke dokter ajah kok takut,” ledekku, ku sorong pipi kenyalnya dengan ujung jari, ia merajuk bibirnya maju 2 centi, lucu melihatnya seperti itu.

Dua minggu berselang tapi pileknya belum juga hilang. Malah katanya ada yang terasa menyumbat di saluran hidungnya, rasanya tak nyaman dan susah bernafas. “Bun… besok kita ke Rumah Sakit ya! biar ayah ijin masuk siang,” rayuku agar ia mau ke Rumah sakit.

Keesokan harinya saya ajak ia ke RS. Bhakti Yudha Depok. Saat itu dokter THT bilang istriku alergi pada debu dan juga bulu-bulu binatang. Tapi sampai obatnya habis pileknya belum juga ada tanda-tanda kesembuhan.

Anehnya yang sering keluar lendir hanya hidung sebelah kiri saja. Bahkan istriku mulai susah bernafas melalui hidung, ia hanya bisa bernafas melalui mulut. Dan ketika saya membawanya periksa untuk kedua kalinya dokter menyarankan untuk rontgen. Namun dari hasil rontgen tidak terlihat adanya kelainan apapun di hidung istriku.

***
Tanggal 3 Nov 2007 ...

Aku mengajaknya periksa ke RS Proklamasi Jakarta, karena menurut informasi di sini peralatanya lebih lengkap. Ternyata benar, dengan alat penyedot dokter mengeluarkan lendir dari dalam hidung istriku. Senang rasanya melihat ia dapat bernafas dengan lega. “Alhamdulillah…..”

Beberapa hari kemudian sumbatan itu kembali muncul. “Duh..bunda!” Kontrol kedua ke RS. Proklamasi masih saja dokter belum bisa menyampaikan penyakit apa yang dialami istriku ini.

Dokter memasukkan kapas basah ke hidung istriku (ternyata itu adalah bius lokal), beberapa saat kemudian sebuah gunting kecil dimasukkan kedalam hidung dan.. “krek” potongan daging kecil diambil. Belakangan baru aku tau tindakan inilah yang dinamakan biopsi. Tak ada yang disampaikan kepada kami. Dokter menyarankan dilakukan CT Scan. Kemudian kami menuju ke RSCM untuk CT Scan.

Keesokan harinya hasil CT Scan aku bawa kembali ke Dokter RS Proklamasi. Setelah melihat hasil Scan, Dokterpun menyampaikan hasilnya dan juga hasil biopsi dari laboratorium.

“ini ibu positif,” kata dokter sambil menunjukkan foto CT Scan. Nampak ada sebuah massa diantara belakang hidung dan tenggorokan istriku. Cukup besar seukuran kepalan tangan. Aku masih belum mengerti maksud kata-kata nya dan memang sama sekali tak ada pikiran yang aneh aku coba bertanya, “maksudnya apa dok?”

“ibu positif kanker!”

Dek.. seolah detak jantungku berhenti “KANKER…Dok?” Tiba-tiba mataku jadi gelap, sebuah beban berat serasa menindih badanku. Aku diam dan tak bisa berkata apa-apa, lama aku terdiam.

“Kanker..?” tanyaku, tapi kalimat itu tak mampu terucap hanya bersarang di kepalaku. Sebuah penyakit yang selama ini hanya aku kenal lewat informasi dan berita-berita, kini penyakit itupun menghampiri orang terdekatku orang yang paling aku sayangi. Penyakit yang menakutkan itu menyerang istriku.

Kutatap wajah cantik istriku yang dibalut jilbab favoritnya, tenang.. teduh… tak ada ekspresi apa-apa aku makin bingung.
“duhh…bunda apa yang ada dalam fikiranmu bunda…”
“Sekarang bapak ke RSCM ke bagian Radiologi kita harus bertindak cepat,” tiba-tiba aku tersadar. Segera kuambil surat pengantar dokter dan menuju RSCM.

Sungguh tak pernah terpikirkan sedikitpun sebelumnya, kini kami berada dalam deretan orang-orang penderita kanker di ruang tunggu spesialis Radiologi ini. Aroma kecemasan bahkan keputus asaan tergambar di wajah mereka. Sebenarnya ini juga saya rasakan, tapi saya harus menyembunyikan raut ini di hadapan istriku. Aku harus tetap menyuguhkan energi penyemangat padanya.

Dihadapan dokter Radiologi aku bertanya, “sebenarnya istriku kena kanker apa dok?”

“kanker nasofaring.” jawab dokter singkat.

Ya Allah….kanker apa lagi ini? Istilahnya saja aneh bagiku. Kenapa harus istriku yang mengalaminya?

“Tapi Insya Allah masih bisa disembuhkan dengan pengobatan sinar radiasi dan kemoterapy,” dokter mencoba menangkap kegalauan diwajahku.

“Nanti ibu harus menjalani pengobatan radiasi selama 25 kali.”

Terbayang beratnya derita dan kelelahan yang harus dialami istriku. Belum lagi dengan kombinasi pengobatan kemoterapy yang melemahkan fisik.

Keluar dari ruang radiologi seolah semuanya jadi gelap, rasanya aku tak kuat menahan segala beban ini. Segera aku sms family dan teman-teman dekatku, aku kabarkan keadaan istriku dan kumintakan do’a dari mereka. Tak terasa bulir-bulir bening air mata bermunculan disudut mataku.

“Ayah kenapa? nangis yach..?” dengan polos pertanyaan itu keluar dari bibir istriku.

“iya, ayah sayaaang…. sama bunda,” suaraku gemetar.

Ku usap lembut kepala istriku. Ku tepis perlahan tangannya yang mencoba mengusap air mataku, ku gengggam kuat jari-jari lemahnya. Hatiku berbisik “kenapa tak ada kesedihan diwajahmu bunda? apakah bunda ga tau penyakit ini begitu berbahaya? Atau Allah telah memberitahukan ini semua kepadamu?”

“Bunda biasa ajah koq..” Jawabanya malah makin membuatku tak bisa bernafas, air mataku akhirnya jatuh juga.

Kususuri lorong-lorong RSCM dengan langkah lemas tak bertenaga seolah aku melayang, tulang-tulang terasa tak mampu menyangga badanku yang kecil ini.

Tanggal 5 Desember 2007 ...

Mulai hari itu istriku harus dirawat inap di RS. Proklamasi. Semua persiapanpun dilakukan mulai dari USG, Bond Scan dll. Hasilnya rahim masih bersih dan tulangpun normal artinya kankernya belum mejalar ke bagian lain, Alhamdulillah…sempat kuucap kata syukur itu.

Tanggal 8 Desember 2007 ...

Hari ke empat. Sore itu aku dipanggil ke ruang Dokter Sugiono yang akan melakukan Kemoterapy. Dikatakan bahwa kanker istriku stadium 2A dan Insya Allah masih bisa diobati. Istrikupun siap untuk menjalani pengobatan dengan kemoterapy. Kemudian kami minta ijin ke Dokter untuk diperbolehkan pulang sambil mempersiapkan segala sesuatunya.

Malam hari ketika kami di rumah, kami minta pendapat dari pihak keluarga tentang pengobatan yang akan kami lakukan. Dengan berbagai pertimbangan dan alasan pihak keluarga menyarankan agar kami tidak menempuh jalan kemo dan radiasi. Kami disarankan untuk menjalani pengobatan dengan cara alternatif dan pengobatan herbal.

Akhirnya sejak saat itu kami melakukan ikhtiar pegobatan dengan cara alternatif dan minum obat-obat herbal. Karena saat itu istriku sudah susah untuk menelan maka obat herbal yang diberikan tidak berupa kapsul, melainkan berupa rebusan. Setiap hari istriku harus minum ramuan dan rebusan obat-obat herbal yang baunya sangat menyengat. Tapi aku lihat ia dengan telaten dan sabar rutin minum semua obat-obatan itu.

Semangatnya untuk sembuh begitu besar. Doa pun tiada henti kupanjatkan siang dan malam. Dan malam-malamku selalu ku habiskan dengan tahajud dan hajat.

Aku mulai rajin mencari semua informasi yang berhubungan dengan kanker nasofaring, mulai dari makanan, cara pengobatan, bahkan alamat klinik pengobatan alternatif. Semua informasi aku cari melalui internet, koran dan dari rekan-rekan kerja.

Tiga bulan pengobatan, tapi Allah sepertinya belum memberi jalan kesembuhan dengan cara ini, akhirnya obat herbal aku tinggalkan. Bahkan pengobatan alternatif sudah aku tinggalkan sejak 1 bulan pertama karena aku ragu. Beberapa keluarga istri mulai putus asa. Malah ada yang beranggapan penyakit ini adalah kiriman dari orang. Tapi aku bantah semuanya,sempat ada pertentangan di antara kami. Aku yakinkan istriku bahwa ini adalah memang ujian dari Allah,

“Bun..semuanya atas kehendak Allah, bahkan jauh sebelum kita lahir sudah tertulis takdir ini, usia segini bunda sakit, berobat kesini-sini itu semua sudah ada dalam catatan Allah bun. Yang penting sekarang kita jangan lelah berihtiar dan bunda tetep harus semangat untuk sembuh.” Ia mengangguk perlahan.

Berat badan istriku mulai turun drastis karena tak ada asupan makanan, sebelum sakit beratnya 53 Kg kini tinggal 36 Kg. Kondisinya makin parah dan puncaknya ketika aku lihat mata kirinya sudah tak focus. Cara ia melihat seperti orang juling. Menurut Dokter herbal yang menangani istriku inilah rangkaian perjalanan kanker tersebut yang lama kelamaan akan menyerang otak. Dokter menganjurkan untuk segera dibawa ke rumah sakit.

Tanggal 26 Maret 2008 ...

Akhirnya aku kembali membawanya ke Rumah Sakit. Kali ini aku membawanya ke RS. Husni Thamrin. Istriku ditangani oleh team yang terdiri Dokter THT, Dokter Internis dan Dokter spesialis ahli kemoterapy, Kebetulan Dokter Sugiono ahli kemoterapy yang dulu merawat istriku di RS. Proklamasi juga praktek di sini. Dan kini Dokter sugiyono kembali menangani istriku.

Sore itu Dokter memanggilku ke ruangannya. Dokter menjelaskan stadium kanker istriku sudah menjadi 4C, dan kankernya sudah mulai menggerogoti tulang tengkorak penyangga otak. Melihat hasil CT Scan nya aku merinding, terlihat jelas tulang-tulang tengkorak itu keropos layaknya daun termakan ulat. Aku ingin menjerit, “Ya Allah… begitu berat cobaan ini Kau timpakan pada kami”

“Ma’afkan ayah bun, ayah tak mampu menjaga bunda…!”

Yang lebih mengagetkan ketika dokter mengatakan, “kita hanya bisa memperlambat pertumbuhan kankernya bukan mengobati.” Seolah hitungan mundur kematian itu dimulai. Aku limbung dan hampir taksadarkan diri, sekuat tenaga aku mencoba untuk tetap tegar. Dengan dipapah adik aku keluar dari ruang dokter.

Segera aku menuju Mushola kuambil air wudhu dan kujalankan sholat. Entah sholat apa yang kujalankan ini.

“Aku ingin ketenangan aku butuh pertolonganMu ya Robb. Kutumpahkan segala permohonan ini dihadapanMu yaa Allah. Bisa saja dokter memfonis dengan analisanya, tapi Engkaulah yang maha kuasa atas segala sesuatunya. Engkau maha menggenggam semua takdir, sakit ini dariMu ya Allah dan padaMU juga aku mohon obat dan kesembuhannya.”

Segala ikhtiar dan do’a tiada lelah kulakukan tuk kesembuhan istriku. Malam-malamku kulalui dengan sujud panjang disamping bangsal rumah sakit. Kubenamkan wajahku diatas sajadah lebih dalam lagi, tiba-tiba aku merasa tak mimiliki kekuatan apapun, aku berada dalam kepasrahan dan penghambaan yang lemah.

“Robb…Engkau maha mengetahui, betapa segala ihtiar telah kami lakukan. Tiada menyerah kami melawan penyakit ini, kini aku serahkan segalanya padaMu, tidak ada kekuatan yang sanggup mengalahkan kekuatannMu yaa…Robb, Tunjukkan pertolonganMu, beri kesembuhan pada istriku Ya..Allah.”

Saat itu istriku masih bisa bicara meski dengan suara kurang jelas. Karena tenggorokannya pun
sudah menyempit tersumbat kanker, ia sangat kesulitan dalam bernafas. Untuk mengantisipasi agar tidak tersumbat saluran nafasnya, dokter menyarankan agar dipasang ventilator dileher istriku. Akupun menyetujuinya meskipun aku tak tega, tapi ini resiko terkecil yang bisa diambil.

Istriku pasrah, dia minta aku menemaninya ke ruang operasi. Aku sangat mengerti ia sangat takut dengan peralatan medis di ruang operasi. Kemudian aku mendampinginya kedalam ruang operasi untuk pemasangan Ventilator. Aku melihat dengan jelas leher istriku disayat kemudian dimasukkan alat bantu pernafasan itu. “Sebenarnya aku tak tega melihatmu seperti ini bunda, tapi inilah yang terbaik untukmu saat ini.”

Selesai pemasangan ventilator bicaranya sudah tak bersuara lagi. Sejak saat itu praktis komunikasi kami hanya dengan isyarat atau terkadang istriku menulisnya pada lembar-lembar catatan kecil yang sengaja aku siapkan. Tentu saja hal ini terasa capek baginya. Namun sekali lagi ia terlihat tegar tak pernah aku mendengar ia mengeluh.

Akhirnya dengan berbagai pertimbangan akupun menyetujui untuk dilakukan kemoterapy terhadap istriku

Tanggal 6 April 2008 ...

Kira-kira jam 12 siang kemo tahap pertama dilakukan. Dengan perasaan tak menentu aku melihat dokter meracik obat dengan perlengkapan pengaman yang lengkap. Karena menurut dokter obat ini memang keras.

“Ya Allah beri kekuatan pada istriku…!” Beri kesembuhan melalui ihtiar obat ini ya Allah..!”

Sepanjang proses pengobatan tak hentinya kupanjatkan do’a dan dzikir dibantu dengan beberapa anggota keluarga.

Menurut Dokter kemo ini dilakukan dalam 3 sampai 5 tahap. Satu tahapan kemo memakan waktu 5 hari kemudian jeda 3 minggu untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya.

Hari kedua setelah kemo kurang lebih jam 9 malam, istriku mulai merasa mual dan muntah. Hari ketiga jam 12 malam mulai keluar mimisan dengan darah hitam mengental. Hari ke empat jam 8 pagi ketika saya memandikan dan membersihkan mulutnya yang terus menerus mengeluarkan lendir, terdapat lendir bercampur darah hitam pekat dan mengental.

Menurut dokter ini adalah tanda kankernya sudah mulai hancur. Malam harinya istriku tidur sangat nyenyak dan tidak banyak batuk berdahak seperti hari-hari sebelumnya.

Alhamdulillah kemo tahap pertama selesai. Dokter bilang jika kondisi istriku membaik maka tiga hari lagi boleh pulang. Terlihat wajah cerah istriku ketika mendengar kabar ini. “nanti kalo pulang mau kemana bun.. ke Sawangan apa ke Kebayoran (rumah ibunya)?”

“ke Sawangan aja rumah kita sendiri,” jawabnya melalui secarik kertas. Namun ternyata dua hari kemudian ia mengalami diare yang hebat ini adalah efek samping dari obat kemo, sehingga kondisinya kembali lemas. Rencana pulangpun harus ditunda menunggu kondisinya membaik. Tetapi makin hari kondisi istriku makin drop. Hingga menjelang kemo tahap kedua malah albumin dalam darahnya menurun.

Selama dirawat istriku meminta agar saya sendiri yang memandikannya, bahkan aku juga yang membersihkan kotorannya. Semuanya saya kerjakan dengan telaten karena aku merasa sekarang saatnya untuk membalas semua kebaikan yang telah dilakukannya kepadaku selama ini. Ketika istriku sehat dialah yang selalu merawatku, menemaniku dan selalu menyiapkan semua kebutuhanku.

Selama hampir satu bulan di Rumah Sakit kami merasa menemukan keluarga baru. Keakraban terjalin antara kami dengan team dokter, dengan para suster bahkan juga dengan cleaning service yang tiap hari membersihkan kamar istriku. Saya merasa senang ketika suatu hari istriku dapat tertawa riang bercanda dengan para suster meski tawanya tanpa suara.

Minggu, 4 Mei 2008 ...

Kemo tahap ke 2 dilakukan. Sepertinya Allah benar-benar menguji kesabaranku. Ketika hendak dilakukan kemo, tabung infus 1000cc yang digunakan untuk campuran obat kemo ternyata tidak ada. Rumah sakit kehabisan stock, dan ini adalah sebuah kecorobohan yang mestinya tidak terjadi.

Karena tentunya pihak rumah sakit telah mengetahui jadwal pelaksaan kemo ini. Dokterpun marah. Kemudian Dokter menyarankan saya untuk segera membeli sendiri tabung infus di tempat lain. Tujuan saya adalah RSCM sebagai Rumah sakit terdekat, namun jika menuju RSCM menggunakan kendaraan akan memakan waktu lama karena jalannya memutar. Sayapun berlari ditengah terik matahari pukul 12 siang menuju RSCM. Namun disanapun tidak tersedia, kemudian saya berlari lagi menuju RS Sant Carolus, di sinipun nihil.

Begitu juga ketika saya ke Apotik melawai tak bisa mendapatkannya. Akhirnya saya mendapatkan tabung infus tersebut di Apotik Titimurni RS. Kramat. Akhirnya kemo tahap ke 2 pun dapat dilakukan.

Senin, 5 Mei 2008 ...

Hari ini Dinda anak kami yang kecil ulang tahun ke 4. Perhatian dan kecintaan istriku pada anaknya tak pernah berkurang. Dibatas ketidak berdayaannya dia menuliskan sesuatu, “Ayah jangan lupa beliin hadiah buat Dinda, ayah beliin jaket nanti bunda titip mukena, kasihan mukena dede sudah jelek. Bilang ke dede ini mukena dari bunda.”

Atas permintaan istriku siang itu sebagai tanda syukur kami memotong 2 buah kue ulang tahun yang salah satunya untuk dibagikan ke suster-suster yang jaga. Kemudian istriku minta dibantu turun dari tempat tidur, katanya ingin duduk bareng deket Dinda. Ia mencoba memberikan senyum bahagia pada Dinda dan menyembunyikan rasa sakitnya. Sementara Dinda nampak bahagia dipangku bundanya, mungkin ia mengira bundanya hanya sakit biasa saja. Lagu “selamat ulang tahun” yang kami nyanyikan terdengar getir di telingaku. Terasa pilu aku menatap mereka.

Selasa, 13 Mei 2008 ...

Biasanya jika istriku menginginkan sesuatu ia akan membangunkan saya dengan mengetuk besi tempat tidurnya. Namun malam itu saya merasa sangat ngantuk dan lelah, saya menulis pesan pada istriku, “bun..nanti kalo perlu apa-apa panggil suster aja ya! Ayah ngatuk dan cape, jangan bangunin ayah ya!” Dengan isyarat lemah ia mengiyakan permintaanku, ia mengusap tanganku kemudian menuliskan sesuatu “ayah tidur aja gapapa kok, bunda juga mau istirahat.”

Rabu, 14 Mei 2008 ...

Entah mengapa pagi ini aku sangat ingin merawatnya. Ketika ia kembali diserang diare berkali-kali yang sangat hebat aku sendiri yang membersihkan semuanya. Kemudian memandikannya dan mengganti pakaiannya. Pagi itu aku minta Lia anak sulung kami yang masih duduk di kelas 5 SD untuk menjaga bundanya, sebelum kemudian aku tinggal berangkat kerja.

Siang pukul 11 Lia menelpon “Ayah, bunda pingsan nafasnya cepet banget.” Aku kaget dan sangat khawatir. Selang 15 menit Lia sms “bunda sekarang ada di ruang ICU”. Astaghfirullah haladziim… apa yang terjadi pada istriku. Segera aku minta izin meninggalkan kantor. Di Rumah Sakit aku dapati Lia menangis sesegukan tak berhenti. “bunda yah… tolongin bunda yahh….!”

Kuhampiri istriku yang tergolek taksadarkan diri. Perawat memasang semua peralatan pada tubuh istriku, entah alat apa saja ini. Kuusap perlahan keningnya, dingin sekali. Tangan dan kakinyapun sangat dingin. Hingga menjelang maghrib aku tak beranjak dari sampingnya. Tak hentinya mulut ini memanjatkan doa. Sementara di luar ruang ICU sudah banyak kerabat berdatangan.

Tekanan darahnya sangat rendah dibawah 70. Dokter memberikan obat penguat tekanan darah dengan dosis tinggi. Tekanan darahnya sempat naik namun masih dikisaran 75-80, sangat rendah. Berkali-kali dokter menyuntikkan obat perangsang namun hasilnya tetap sama tak berubah. Dokter memanggilku, perasaanku gelisah tak menentu, campur aduk antara cemas, bimbang dan ketakutan yang amat sangat. Dugaanku benar Dokterpun menyerah.

Melihat kondisinya yang terus menurun ia menyarankan agar semua alat bantu dilepas saja. “maksudnya dok..?” aku menodong penjelasan. “secara medis kondisi ibu sudah tidak dapat ditolong lagi, lebih baik kita do’akan saja.” Aku benar-benar lemas mendengarnya seluruh badanku gemetar merinding “benarkah tak ada lagi harapan.” Tiba-tiba aku merasakan ketakutan yang luar biasa. Aku tak mau menyerah, aku meminta agar semua alat bantu itu tetap terpasang pada tubuh istriku, sambil menunggu keputusan team dokter besok pagi.

“Aku tak mau kehilanganmu bunda.” Ku pegang kuat jemarinya, “buka matamu bunda sebentar saja, ayah ingin menatap mata bening bunda untuk terakhir kalinya,” kubisikan lembut ditelinganya.

Pukul 22, aku disodori surat pernyataan, tak sempat aku baca, kata suster ini adalah Surat persetujuan untuk melepas semua alat bantu dari tubuh istriku. “Tak sanggup aku melakukan ini bun, aku ingin tetap menatap wajahmu, aku ingin tetap mendampingimu meski dalam ketidakberdayaanmu.”

Akhirnya adikku yang menandatanganinya. Aku tak ingin selalu dihinggapi rasa bersalah jika menandatangani surat itu. Kemudian semua alat bantu dilepas dari tubuh istriku, tinggal tersisa alat pendeteksi detak jantung.

“Bun…..inilah yang terbaik yang diberikan Allah buat kita, maafkan ayah bun ayah tak bisa menjaga bunda. Ayah ikhlas bunda pergi, ayah terima semua dengan ihklas bun.. Jangan khawatir bun, ayah akan menjaga dan merawat anak-anak kita,” kubisikan lirih ditelinga istriku.

Kutemui Lia yang menunggu diluar ruang ICU, kubelai rambutnya penuh sayang. Ia menangis keras sejadi-jadinya, mungkin ia paham apa yang kumaksudkan. “Bundaa….. Lia ga mau kehilangan bunda, jangan tinggalin lia bundaa..!!” Tangisnya memekik, merebut perhatian semua orang diruang tunggu ICU ini. Semua mata menatap kami tapi mereka diam seolah mahfum dengan keadaan kami.

Dalam setiap rangkaian doaku tak pernah aku mengucapkan kata-kata menyerah “kalo memang hendak Engkau ambil maka mudahkan,” tak pernah aku menyebut kata-kata itu. Aku selalu minta kesembuhan, kesembuhan karena aku memang menginginkan istriku benar-benar sembuh.

Sepertinya kini aku harus menyerah dan pasrah “Ya.. Robb jika memang Engkau menentukan jalan lain aku ikhlas ya Allah…., mudahkan jalan istriku untuk menghadapmu dengan khusnul khootimah.”

Menurut suster dalam kondisi seperti ini pasien masih bisa mendengar. Kubimbing istriku menyebut kalimat “LAAILAHA ILLALLAH MUHAMMADUR ROSULULLAH..” perlahan aku membimbingnya. Rasanya aku mengerti betul setiap helaan nafasnya, raga kami bagai menyatu. Kuulang hingga berkali-kali dengan helaan nafas yang terirama pelan. Dua bulir bening tersembul dari sudut matanya. Aku merasakan ia sanggup mengikuti kalimat ini, terimakasih ya Allah..!

Kamis, 15 Mei 2008 ...

Aku terbangun ketika tiba-tiba seorang suster memanggil “Keluarga ibu Siti Nurhayati..!” Aku bergegas masuk ke ruang ICU, jam menunjuk Pukul 05.05, masih pagi dengan hawa dingin yang menyusup tulang. “Ma’af pak, ibu sudah tidak ada.” ujar suster tadi singkat. Meski aku tau maksudnya tapi aku masih tak percaya. Kutengok layar monitor yang terhubung ketubuh istriku. Tak ada lagi yang bergerak disana.

Bagai tersambar petir, kudekap tubuh lemas istriku. Bibirnya menoreh segaris senyum. “INNA LILLAAHI WAINNA ILAIHI ROOJIUUN.” Aku lunglai terduduk disampingnya tapi tak ada lagi air mata yang keluar. “Bun, Ayah ikhlas melepas bunda, Allah telah memilihkan jalan terbaik buat kita.”

Selamat Jalan Istriku…… jemput aku dan anak-anak nanti di pintu SurgaNya.

Semoga bermanfaat bagi yang membacanya ....

Salam Terkasih ..
Dari Sahabat Untuk Sahabat ...

... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...

~ o ~

Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....

Ditulis oleh Mas Rozi
Read More

Monday, 21 September 2015

Trik Anti Limit Telkomsel terbaru


trik terbaru ini sudah berhasil saya coba, dan hasilnya 100 % Work
 kalian juga boleh gabung di grup kami disini FB SSH Jeneponto
langsung saja.

donload Bahannya
inject : Kampret pelleng . Rar


Cara :
1. Pointing Domain ip Akun SSH kalian Di fastssh.com  --> tool --> Create Hostname..
2. Masukkan hasil pointhing kamu ke tunnel ssh yg bisa mode kejut.



Read More

Wednesday, 9 September 2015

Secerca Harapan Menunggumu

Ku pijakkan langkah demi langkah pada setapak jalan ini. Kaki ini mengalun secara perlahan, mengikuti alunan lembut udara pagi. Mega sang surya memberikan warna untuk langit dan berikan kecerahan untuk hidupku. Ku pandangi langit di atas sana, perhatikan mentari itu sedang memberikanku senyuman. Menyapaku dengan sedikit kilau cahayanya. Hamparan lembah hijau yang membentang luas, mengiringiku di setiap langkahku. Ku dengarkan kicauan burung-burung yang seakan-akan menyambutku datang. Bagaikan mereka bahagia akan kehadiranku.
“Nessa” suara panggilan itu membuyarkan lamunanku.
“Iya, ayolah berangkat.” balasku dengan senyuman.
“Loh, Sa. Kok enggak dianterin sih? Atau kenapa enggak bawa sepeda sendiri?”
“Males aja, aku pingin lewat kebun maupun sawah. La, kamu kenapa enggak dijemput pacarmu? Hehehe?” candaku.
“Nessa, aku kan sudah putus jangan begitu toh. Lah kamu sendiri kapan jadiannya? Padahal tinggal pilih loh.” goda Jessie, kemudian dia tertawa.
“Husst aku loh sudah jadian sama kamu. Hahaha,” kami berdua tertawa. “Sudahlah jangan bahas pacar lagi. Aku sudah gembira dengan hidupku yang sekarang, bisa-bisa cinta malah bikin aku menderita.”
Jessie memotong ucapanku, “Dan bisa saja merusak tali persahabatan yang telah rajut selama kita masih kecil. Hehehe tapi jangan sampai deh. Itu kan yang selalu kita ucapkan.”
Aku dan Jessie berpelukan sambil tertawa bahagia padahal hal ini sering ku lakukan. Jikalau kami ingat tentang persahabatan kami semenjak dari kecil, kami selalu melakukan hal ini.
“Hey sudahlah. Ayo berangkat!” ajakku sambil menariknya.
“Nessa, sepulang sekolah, aku jangan kamu tinggal ya?”
Aku mengangguk dan tertawa kecil. “Nanti kita bermain seperti biasanya”
“Heem, jangan bilang mau mengoleksi foto lagi ya di ladang ataupun di sawah maupun ayunan rumahku, yang paling kamu suka. Huuftt aku juga harus ikutan dong. Hahaha”
Sepanjang jalan kami banyak tertawa, banyak bercanda gurau.

Aku ingin kembali pada masa itu, saat aku selalu bersama dengan Jessie. Masih teringat jelas di pikiranku ketika aku bersenda gurau, bermain, tertawa dengannya. Kenangan itu akan terukir selamanya di ingatanku, tak akan pernah terhapuskan. Apalagi kata-kata itu, masih terngiang-ngiang di kepalaku. Kata yang selalu kami ucapkan bersama-sama tentang dalamnya persahabatan kami.
Alunan ayunan ini semakin pelan. Ku biarkan tak ku pedulikan sama sekali. Mataku hanya tertuju pada langit biru yang berisi banyak kenangan tentang aku dan Jessie. Kenapa semua itu bisa terjadi? Mengapa Ikhsan harus datang dalam kehidupanku? Mengapa dia berani memutuskan tali yang telah lama kami rajut? Jessie, aku sekarang benar-benar kesepian. Hanya hembusan angin yang menemaniku di sini. Kamu sekarang berada di mana Jessie? Kenapa kamu harus pindah? Kenapa kamu tinggalkan aku sendiri di sini? Apa yang sebenarnya kamu inginkan Jessie? Apa aku harus pergi jauh dari Ikhsan? Tapi kenapa kamu harus pergi Jessie?
“Nessa ayo makan dulu!” teriakan Mama, membuyarkan bayanganku bersama Jessie.
“Ntar dulu, ma.”
“Sayang. Kamu jangan merasa bersalah begini! Mungkin orangtua Jessie sedang dipindah tugaskan. Jadi Jessie juga ikutan pindah.” Mama menghampiriku, mungkin karena Mama sudah tak tahan melihatku murung terus-menerus.
“Enggak, Mama. Aku yang salah. karena aku yang menyebabkan Jessie pindah rumah. Mama tahu sendiri kan, apa terakhir kali Jessie bilang sama aku? Aku yang telah merebut Ikhsan dari Jessie.” bentakku.
“Tapi Nessa, kamu itu kan enggak tahu. Kalau Ikhsan ternyata sudah akrab dengan Jessie. Jessie kan juga enggak pernah cerita ke kamu kan? Kalau Jessie menjalin hubungan dekat dengan Ikhsan. Dan Jessie juga enggak mau dengerin penjelasan kamu kan?” Mama mencoba menenangkanku.
“Sudahlah, Jessie itu enggak salah. Yang salah itu aku, ma. Aku yang telah hancurin harapan Jessie. Andaikan saja, aku tidak bertemu dengan Ikhsan kejadiannya tak mungkin begini. Semuanya ini aku yang salah, ma.” Aku berbicara dengan emosi tinggi dan berlari ke dalam menuju kamarku.
“Nessa” terdengar suara laki-laki memanggilku dari arah ruang tamu.
Aku membalikkan badanku dan ternyata, “Ikhsan” aku sempat terkejut.
“Ngapain kamu ada di sini? Pergi sana dari rumahku dan jangan pernah kembali, apalagi di kehidupanku!” teriakku.
“Mama, kenapa dia ada di sini? Siapa yang mengizinkannya masuk? Usir dia Mama! Sekarang kamu harus kembali pada Jessie, cari dia sampai ketemu. Lupakan aku!” Aku berteriak-teriak sambil mengeluarkan air mata yang cukup deras, meluapkan seluruh emosiku.
“Nak Ikhsan, ayo cepat jelaskan! Tante sudah enggak sanggup melihat dia kayak begini.” kata Mama lirih berbicara pada Ikhsan. “Kejar dia!”
“Nessa tunggu sebentar.” teriak Ikhsan, dia mengejarku memegang tanganku. “Nessa aku hanya ingin memberimu ini.”
Ikhsan memberiku secarik kertas, awalnya aku hanya memegangnya saja. Tapi perlahan-lahan aku membukanya. Surat itu tertanda untuk Ikhsan, tapi aku enggak tahu ini dari siapa.
“Oh benar kan? Aku yang salah?” Belum selesai ku baca suratnya, aku sudah meneteskan air mata.
“Nessa, terusin dulu dong bacanya.” jawab Ikhsan.
“Enggak usah, dari sini saja sudah ku tahu. Kalau aku yang menjadi perusak hubungan kalian.” nadaku sedikit memuncak.
“Nessa, dilihat dulu terusannya. Please!!” paksa Ikhsan.
Air mataku tak henti-hentinya mengalir. Aku tak bisa mengatakan apapun, aku merasa badanku kaku tak bisa bergerak. Hanya air mata yang terus bergerak berjatuhan, semakin deras pula. Hanya isak tangisku yang memenuhi suara di ruangan ini. Semuanya hening, wajah mereka memandangiku dengan penuh belas kasih. Wajahku yang sudah pucat pasi, mengeluarkan sedikit kata.
“Sekarang, Jessie berada di rumah sakit mana?” suaraku yang tak begitu jelas terhalangi oleh isak tangisku.
Belum sempat ku dengarkan jawaban dari mereka, tiba-tiba ruangan ini menjadi samar-samar lalu sangat gelap-gulita. Habis itu aku melihat cahaya yang terang-benderang. Cahaya itu sangat menyilaukanku, sehingga aku tak bisa membukakan mataku.
“Nessa” Aku mendengar ada seseorang memanggilku. Aku memaksakan membuka mataku secara perlahan-lahan.
Aku juga mendengar sayup-sayup banyak orang yang memanggilku. Terlihat samar-samar mereka berdiri mengelilingiku.
“Mama” panggilan pertamaku.
“Sayang, kamu sudah sadar. Pasti mau nanyain di mana kamu, kamu sekarang berada di rumah sakit.” sahut Mama.
Ku perhatikan satu per satu orang yang berada di sini Mama, Papa, Kakak, Ikhsan, dan ada keluarga Jessie.
“Bukan itu ma. Jessie mana? Dia berada di kamar berapa, ma? Tapi kok semuanya berkumpul di sini, Jessie enggak ada yang jagain nanti. Ayo sekarang kita ke sana!” Aku bangun dari tempat tidurku, menarik tangan Mama.
Tapi Mama mengeluarkan air mata dan menarik tanganku kembali. Mereka semua juga mengeluarkan air mata, Mama Jessie berlari ke luar. Ini semua kenapa sih? Apa yang sedang terjadi? Sepertinya Mama tidak sanggup untuk bicara, sehingga Ikhsan mendekatiku.
“Nessa jika kamu nanti sudah ke luar. Kita akan menemui rumah Jessie yang baru. Makanya, cepet sembuh ya?” kata Ikhsan dengan lembut.
“Beneran ya? Oke, aku akan cepet sembuh.” balasku bersemangat. Ikhsan hanya mengangguk. Tapi entah mengapa, Mama malah semakin menangis.

“Nessa ayo makan dulu. Ayolah! Masa tiap hari kerjaanmu hanya di ayunan saja.” kata Mama yang berada di sebelahku.
Semenjak aku mengetahui jikalau Jessie sudah meninggal aku terus bermain di ayunan. Kadang sekolah, kadang tidak. Aku banyak tertawa, tersenyum sendiri, persis orang gila. Semua orang tak tega melihatku kayak begini, banyak juga yang sudah menasihatiku, tapi jarang ku dengar. Hanya beberapa kata-kata Ikhsan yang mau ku dengar. Aku yakin Jessie masih hidup dan akan menemuiku di ayunan ini.
Esoknya Ikhsan mengajakku ke sekolah. Awalnya aku enggak mau, tapi karena dia memaksa, akhirnya aku mau.

Aku sengaja pulang sendiri berjalan kaki, tanpa memberitahu Jessie. Haha.. Jessie aku tinggal, mungkin sekarang dia sedang mencariku. Aku memang mendengar suara sepeda motor, tapi aku harus cepat agar enggak ketahuan Jessie.
Bruggghh!! Rasanya suara itu secepat kilat, seketika itu badanku terkulai lemas dan langsung jatuh mengenai bebatuan di bawahku. Hanya warna merah yang ku lihat di tanganku, selain itu aku tak dapat ku lihat apapun. Lalu aku berusaha membuka mataku, aku hanya melihat ruangan yang berdominasi putih.
“Nessa” suara itu aku kenal. “Pulanglah, lupakan aku Nessa.”
“Jessie, enggak. Aku harus ikut kamu, bagaimanapun caranya? Aku tak ingin berpisah denganmu.” Aku langsung memeluk Jessie dan aku mengikuti Jessie masuk ke satu-satunya pintu yang di sana.
“Nessa please jangan ikuti aku! Aku ingin kamu tetap bersama keluargamu.” Jessie mendorongku menjauhi pintu itu.
“Aku menunggumu selama ini Jessie akhirnya kamu datang juga. Tapi, kenapa kamu malah menyuruhku pergi jauh darimu.” Aku berteriak sekencang-kencangnya, air mata ini terus bercucuran.
“Nessa, jangan tunggu aku ataupun cari aku! karena aku selalu di hatimu” kata terakhir yang aku dengar, sebelum Jessie masuk dalam pintu itu.
Entah ke mana, pintu itu tiba-tiba menghilang. Aku menangis dan berteriak-teriak menyebut nama, Jessie. Berulang kali.
“Sayang Nessa sadar nak” Mama memanggilku lembut.
Aku terbangun dan memeluk Mamaku.
“Alhamdulillah, Nessa dapat melalui masa kritis dan dapat terbangun dari komanya.” Dokter itu berbisik pada Papaku.
“Sayang, kamu koma selama 1 minggu. Mama sangat khawatir sama kamu.” Mama mengelus rambutku.
“Nessa bukalah lembaran baru. Ada kalanya kamu harus move on di saat lembaran lama sudah penuh. Bukan berarti lembaran lama harus kamu buang, justru kamu harus simpan itu, karena akan menjadi kenangan di masamu yang akan datang.” ucap Ikhsan yang membuatku tersenyum.


Cerpen Karangan: Diah Kumalasari
Blog: http//DiahKumala06@blogspot.com
Read More

Meninggal Usai Wisuda, Mahasiswi Jogja Buat Netizen Teteskan Air Mata

Sebuah berita mengharukan dari Jogjakarta menyebar begitu cepat dari satu pengguna Facebook, ke pengguna lain.
Cerita itu adalah kisah seorang mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), bernama Futicha Sirrulhayati Muna atau yang lebih akrab disapa Icha.


Meninggal Usai Wisuda, Mahasiswi Jogja Buat Netizen Teteskan Air Mata

Sebuah berita mengharukan dari Jogjakarta menyebar begitu cepat dari satu pengguna Facebook, ke pengguna lain.
Cerita itu adalah kisah seorang mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), bernama Futicha Sirrulhayati Muna atau yang lebih akrab disapa Icha.
icha-uny-wisuda-meninggal_20150909_174748
Icha, meninggal hanya beberapa jam setelah mengikuti proses wisuda dari tempatnya berkuliah, Program Studi Biologi FMIPA UNY, pada Sabtu (29/8/2015).
Yang membuat haru, adalah foto yang menyertai kabar duka ini.
Pada foto itu, nampak Icha menerima ijazahnya saat wisuda, dalam kondisi memejamkan mata.
Dikutip dari situs resmi UNY, kisah mengharukan Icha ini diumumkan pihak kampus lewat sebuah artikel berjudul : ‘Icha Yang Ceria Itu Telah Tiada’.
Menurut pihak UNY, Icha meninggal sekitar pukul 17.00 WIB di Magelang. Sementara proses wisuda itu berlangsung pada pagi hari.
Saat wisuda, Icha harus menggunakan kursi roda karena saat itu ia memang sedang sakit.
Evy Yulianti, Kaprodi Biologi FMIPA UNY yang juga menjadi pembimbing skripsi Icha, mengatakan bahwa Icha sangat rajin, ceria, dan bersemangat.
“Sebenarnya dia sudah agak lama merasa sering pusing-pusing tapi hal tersebut tidak membuatnya mengeluh. Icha sudah beberapa kali periksa di rumah sakit di sekitar Muntilan,” lanjutnya.
Dulu, jelas Evy, sewaktu masih bimbingan skripsi dan pada waktu ujian terlihat wajahnya masih ceria. Begitu juga waktu yudisium.
Tapi setelah itu kesehatannya semakin menurun dan beberapa kali masuk rumah sakit.
Gadis kelahiran Magelang, 30 Agustus 1993 ini berhasil menyelesaikan tugas akhirnya dalam waktu 5 bulan 8 hari.
Icha mengikuti ujian tugas akhir pada 10 Juli 2015 dan ikut yudisium periode Juli 2015.
Icha yang tinggal di Kalibening Dukun Magelang merupakan puteri seorang guru ini selama kuliah tidak pernah mengambil cuti kuliah, sehingga mampu menyelesaikan studi selama 4 tahun.
Yang hebat, meski sakit, Icha lulus meraih predikat cumlaude, dengan IPK 3,65.
Tak sedikit netizen yang mengaku terharu, dan ikut mendoakan Icha.
Ayo padha ndongakake Icha supaya diapura lan amal ibadahe ditampa dening Gusti Alloh. Dene anak-anaku sing isih padha ngudi ilmu ing pawiyatan luhur, semangate Icha supaya padha ditiru (Ayo kita doakan Icha supaya diterima amal dan ibadahnya oleh Gusti Allah. Untuk anak-anakku yang masih menuntut ilmu, teladanilah semangat Icha),” tulis seorang pengguna Facebook asal Rembang, Jawa Tengah, bernama Agus Wartanto.
Semangat Icha untuk tidak meyerah dengan sakit dan tetap menempuh studinya ini, secara berantai, menjadi sebuah inspirasi bagi banyak orang. (*)

sumber : http://berita24h.com/news/2015/09/09/meninggal-usai-wisuda-mahasiswi-jogja-buat-netizen-teteskan-air-mata.html
Read More

Kisah Kyai Kondang Kecopetan di Semarang

Kyai Arwani adalah Kyai yang terkenal dengan hafalan Qur'annya. Pesantrennya yang diasuhnya "Yanbu'ul Qur'an" di Kudus menjadi salah satu kiblat para hafidz-hafidzoh di Jawa Tengah.

Suatu hari ketika bepergian, di saat beliau turun dari bus di terminal Terboyo Semarang, Kyai Arwani kecopetan. Entah sudah tahu atau memang pura-pura tidak tahu, Kyai Arwani tidak perduli jika baru saja kecopetan. Santri yang mendampingi dan tahu kejadian kecopetan terkejut, seketika itu pula mereka pada mengejar pencopetnya.

"Copet ...! Copet ...!" teriaknya sambil mengejar. Suasana menjadi gaduh, serabutan, karena orang lain ikutan mengejar pencopet.

Tapi sayang, pencopetnya terlalu lincah berlari dan tampaknya cukup menguasai medan hingga gagal ditangkap. Para santri pada kecewa dan marah-marah pada pencopet yang sudah raib itu. Berani-beraninya si copet mengganggu sang Kyai, begitu kira-kira pikir mereka.

Copetnya pun keterlaluan, tidak lihat-lihat siapa yang akan dijadikan korban. Dan tentu saja, pencopet tidak peduli hal itu. Mungkin yang diingat oleh pencopet adalah uang, uang dan uang.

Bagi copet, siapa saja yang pegang uang, uang tetap bernilai uang. Yang juga tak kalah mengherankan adalah Kyai Arwani, tidak perduli dengan apa yang barusan terjadi. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Tenang-tenang saja, sibuk dengan dzikirnya. Sampai-sampai santrinya harus memberi tahu bahwa Kyai baru saja kehilangan dompet disikat pencopet.

"Kyai, Njenengan baru saja kecopetan!" kata santrinya memberitahu.

"Oh, ya?" jawab Kyai santai.

"Benar, Kyai. Tapi kami gagal menangkapnya! Keterlaluan betul pencopet itu!"

"Alhamdulillah .... Sudahlah kalian tidak perlu ribut-ribut. Saya bersyukur, yang dicopet itu saya!"

"Apa maksudnya Kyai?"

"Syukur .... syukur ..... Alhamdulillah. Karena saya yang dicopet, bukan saya yang jadi pencopetnya!"

Tentu saja para santri pada bengong mendengar jawaban Kyai.

"Kok bisa begitu Kyai?"

"Sekarang apa jawab kalian jika aku tanya, lebih baik mana, menjadi orang yang dicopet atau menjadi tukang copetnya?" tanya beliau kemudian.

Jawaban Kyai sungguh tak terbantahkan, masuk akal. Nuansa zuhud dan kesufian mengiringi ucapan-ucapan Kyai. Para santri yang menyertai beliau pada geleng-geleng kepala tanda paham dan takjub.

Dan para santripun mendapat pelajaran berharga yang belum pernah mereka jumpai dalam teori. Rupanya, dalam musibahpun bisa timbul rasa syukur, seperti yang sudah dicontohkan Kyai Arwani.

--0o0o0--

Cerita yang mampu membuat kita tersenyum dan juga mendapat banyak hikmah di dalamnya. Subhanallaah ... Betapa bersyukur itu tidak hanya ketika kita mendapatkan sesuatu. Namun, seperti yang telah dicontohkan Kyai Arwani di atas bahwa bersyukur pun dapat dilakukan ketika kita kehilangan sesuatu.
 
sumber : http://jembatanpena.blogspot.sg/2013/10/kisah-nyata-kyai-kecopetan.html
Read More